oleh Febriana Puspita
Coba
bayangkan keadaan seperti ini: Ada seorang suami yang pergi berlayar.
Ditinggalkannya istrinya yang sedang hamil tua anak pertama. Sebelum berangkat,
ia berpesan, “Istriku, perjalananku jauh. Bila aku tak kembali, didik anak kita
menjadi orang yang shalih.” Dan memang sudah takdir, kapal yang ditumpanginya
tenggelam. Beruntung ia masih dapat menyelamatkan diri di pulau terpencil. Lalu
sambil bertahan hidup, sedikit demi sedikit ia membuat rakit untuk membawanya
kembali pulang. Di rumah, selama bertahun-tahun kemudian sang istri membesarkan
putranya. Ketika sang Anak bertanya siapa, dimana dan bagaimana ayahnya? Maka
sang istri berupaya sebaik-baiknya agar sang anak mengenal sedekat mungkin ayah
yang tak pernah dikenalnya. Sampai suatu ketika suaminya berhasil kembali ke
rumah. Maka kesungguhan sang istri
mengenalkan sosok ayah yang sebelumnya tidak ada itu teruji di sini: bila
gambaran sang anak tentang ayahnya itu mendekati kenyataan, maka upayanya
berhasil. Namun bila sang anak tetap merasa sulit mengenali ayahnya walau sudah
bertemu, upaya sang istri bisa dibilang gagal.
Kisah
di atas adalah analogi sangat sederhana dari mengenalkan Allah dan Rasul-Nya
pada anak-anak. Karena Allah dan Rasul tidak terdeteksi panca indera, maka
tantangannya adalah bagaimana mengenalkan Dzat dan sosok yang tidak terdeteksi
dengan panca indera itu kepada anak. Bila Anda berada di posisi sang Istri
dalam kisah di atas, apa saja yang akan Anda kenalkan pada anak Anda: Siapakah
sang Ayah? Sifat-sifatnya? Apa saja pesan-pesannya? Begitu juga, bila Anda
ingin mengenalkan Allah dan Rasul kepada anak Anda, apa saja yang akan Anda
kenalkan: Siapakah Allah dan Rasul? Apa saja sifat-sifat Allah dan Rasul? Apa
saja pesan, ajaran, perintah dan larangan dari Allah dan Rasul?
Tentu
saja semua itu akan kita ajarkan. Tetapi juga bersiaplah menjawab
pertanyaan-pertanyaan anak-anak. Sebab pertanyaan adalah pintu ilmu. Mengacu pada hadis saat Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam bersabda, “Akal itu terbagi pada tiga bagian: sepertiga untuk
mengenal Allah, sepertiga untuk taat kepada Allah dan sepertiga lagi untuk
sabar (dapat menahan hati) dari maksiat kepada Allah,” kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa untuk berinteraksi dengan Allah dan Rasul setidaknya harus :
1. Memberitahu anak, bertanya serta
menjawab pertanyaan anak tentang Allah dan Rasul,
2. Mengajak anak mempraktikkan apa yang
diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, dan
3. Menasihati anak agar bersabar
menjalankan perintah Allah dan Rasul.
1. Bertanya dan Menjawab Pertanyaan.
Di
bagian ini kita akan menjawab beberapa pertanyaan yang biasa diajukan KEPADA
anak-anak dan biasa diajukan OLEH anak-anak tentang Allah dan Rasul-Nya.
2. Memberitahu.
Sedangkan
di bagian ini kita akan coba lihat metode pembelajaran yang efektif untuk
memberitahu anak tentang Allah dan Rasul-Nya.
*Dikutip
dari Kulwa Online Kak Eka Wardhana pada 30 Januari 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar