oleh Bu Dwi Rahayu
Seorang
lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa
putus asa.
Sudah
cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit.
Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah,
ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang
dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah
karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak.
Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa
perjalanannya kali ini pun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan
pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu.
Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. “Uh, hanya sebuah
koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa.
Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller bank
itu memberi saran.
Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller muda cantik, membawa koinnya ke
kolektor.
Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 300 ribu rupiah.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan
dengan rejeki nomplok ini.
Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang
diobral.
Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah
berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples.
Sesudah membeli kayu seharga 300 ribu, dia memanggul kayu tersebut dan
beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu
itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 1 juta rupiah kepada lelaki
itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin
itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih
lelaki itu.
Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu
tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera
membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang
mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu
mendorong gerobak berisi lemari yang indah.
Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 2 juta rupiah. Ketika lelaki itu
nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 3 juta.
Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan
beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima.
Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 3 juta rupiah. Pada saat
itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas
uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya
berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh
perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah
koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Andai kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam
dalam kepedihan yang mendalam.
Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala
karunia hidup yang telah Tuhan Yang Maha Kuasa berikan pada kita, karena ketika
datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar