PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN, APA SOLUSINYA? (Part I)





Film Alangkah Lucunya (Negeri ini) dirilis pada bulan April tahun 2010, merupakan sebuah film yang mengangkat realitas kehidupan anak Indonesia sehari-hari. Film ini dimulai dengan menceritakan seorang anak muda bernama Muluk, yang merupakan lulusan S1 Managemen. Muluk sebagai seorang yang baru saja lulus kuliah tentu saja berupaya untuk mencari kerja, dengan berbekal ijazah yang dimiliki serta berbekal surat kabar yang memuat lowongan kerja, dia keluar masuk berbagai perusahaan untuk melamar pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Namun, semua lamaran tersebut ternyata tidak membuahkan hasil. Malah di sebuah perusahaan, Muluk di olok-olok oleh pimpinan perusahaan tersebut karena bekal ilmu manajemen yang ia miliki ternyata dianggap tidak berguna, sebab pimpinan perusahaan tersebut sudah pernah mencoba berbagai jenis ilmu manajemen, namun ternyata ilmu tersebut tidak ada yang berhasil menyelamatkan perusahaannya. Pada saat melamar di perusahaan lain pun malah ia ditawari untuk bekerja sebagai TKI, kemudian Muluk pun membayangkan hukuman cambuk yang diterima oleh TKI di Malaysia, Muluk pun akhirnya bergeming dan  langsung menolak tawaran tersebut.

Di sisi lain, ayah Muluk yang bernama Pak Makbul berdebat serius dengan Haji Sarbini yang merupakan calon besannya, mereka berdebat mengenai persoalan apakah pendidikan itu penting atau tidak. Keduanya pun terus saja berdebat tentang hal tersebut, walaupun berusaha dilerai oleh Haji Rahmat yang merupakan tertua dalam bidang agama Islam di daerah tersebut. Perdebatan yang terjadi itu selalu mengarah pada jawaban bahwa pendidikan tidaklah penting, sebab ada keluarga dan kenalan Haji Sarbini yang bekerja dan akhirnya sukses walaupun tidak mengenyam pendidikan, bahkan mencontohkan Muluk yang sudah sarjana namun tidak juga bisa bekerja.

Ketika Muluk berkeliling mencari kerja dan melewati sebuah pasar, ia melihat sekelompok anak yang melakukan aksi pencopetan di pasar tersebut. Dengan geram Muluk pun mengikuti salah seorang anggota pencopet yang kemudian diketahui bernama Komet tersebut, kemudian Muluk pun meringkusnya serta mengancam akan melaporkannya kepada polisi. Sebuah pernyataan keluar dari mulut Muluk pada saat itu, yaitu “Mengapa mencopet, kalau butuh kan tinggal minta” yang dijawab dengan ringan oleh Komet “saya pencopet, bukan tukang minta-minta”. Jawaban yang mengagetkan ini lah yang menyebabkan Muluk tidak dapat berkata-kata dan kemudian melepaskan Komet, peristiwa inilah yang menjadi awal pertemuan dan perkenalan mereka.

Beberapa waktu kemudian di sebuah warung, terjadi pertemuan yang tidak disengaja antara Muluk dan Komet. Komet akhirnya bercerita panjang lebar mengenai dunia yang digelutinya kepada Muluk dan membawa Muluk ke markasnya, serta memperkenalkannya dengan Jarot yang merupakan Bos dari para pencopet tersebut. Perkenalan Muluk dan Jarot menghasilkan kesepakatan bahwa Muluk akan bekerja sama dengan para pencopet tersebut. Berbekal ilmu manajemen yang dia miliki, muluk pun mempraktekkan ilmunya dengan cara mengelola keuangan para pencopet tersebut. Muluk menawarkan perjanjian kerja sama ini dengan imbalan 10% dari hasil mencopet. Tujuan Muluk agar hasil mencopet mereka dapat dikelola secara profesional dan akhirnya dapat dijadikan sebagai modal usaha, sehingga tidak perlu menjadi pencopet lagi.

Hari berikutnya, Bos Jarot sebagai pimpinan pencopet memperkenalkan Muluk kepada seluruh anggota timnya dan menjelaskan kelompok dan metode kerja mereka. Secara umum, kelompok pencopet ini dibagi menjadi 3, yaitu kelompok mall yang terdiri dari pencopet yang pakaiannya paling bagus dan gaul, kelompok pasar yang berpakaian paling kumal, dan kelompok angkot yang berseragam sekolah. Setiap kelompok memiliki pemimpin dan metode kerja sendiri-sendiri. Banyak terjadi dialog yang cukup segar serta mengelitik pada momen ini, dan kita sebagai penonton pun juga dapat menyaksikan pola dan cara-cara pencopet ini melaksanakan aksinya.

Setelah beberapa lama, Muluk pun beranggapan bahwa para pencopet ini juga butuh pendidikan. Muluk pun meminta bantuan Samsul, seorang Sarjana Pendidikan namun pengangguran yang sehari-hari kerjanya hanya bermain kartu. Awal Samsul mengajar, banyak terjadi hal-hal yang menggelikan sekaligus memprihatinkan. Anak-anak pencopet ini sama sekali belum pernah tersentuh oleh pendidikan sebelumnya. Bahkan karena tidak dapat membaca dan menulis, salah seorang diantara para pencopet itu pun pernah salah berlari ke kantor polisi saat dikejar-kejar massa karena ketahuan mencopet. Selain itu, Samsul juga mengalami kesulitan saat menjelaskan kepada para pencopet tersebut mengapa mereka sampai membutuhkan pendidikan, sebab Samsul pun akhirnya juga tidak yakin kalau pendidikan itu penting. Kemudian dengan berbagai cara, Samsul mencoba menjelaskan kepada para pencopet tersebut mengenai pentingnya pendidikan. Pada akhirnya Muluk pun ikut memberitahukan kepada mereka kalau orang yang berpendidikan itu tidak mencopet namun melakukan korupsi, sehingga anak-anak tersebut pun bersemangat untuk belajar dan mereka pun berteriak “hidup koruptor” dengan menjadikan koruptor sebagai cita-cita mereka.
Sebuah permasalahan kecil terjadi saat ayah Muluk melihatnya sedang menulis dan bertanya mengenai pekerjaan, dengan sangat terpaksa Muluk pun menjawab bahwa ia bekerja di bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia. Beberapa waktu kemudian, Haji Rahmat pun juga meminta Muluk agar dapat mempekerjakan anaknya yang bernama Pipit, karena sehari-hari Pipit hanya mengurusi kuis-kuis di televisi dan mengirim undian berhadiah kemana-mana. Muluk pun akhirnya menyanggupi hal tersebut dan mengajak Pipit untuk ikut mengajarkan ilmu agama kepada para pencopet tersebut.

Akhirnya, permasalahannya pun tiba. Pak Makbul ayah Muluk, Haji Rahmat ayah Pipit, dan Haji Sarbini calon mertua Muluk bersikeras hendak melihat tempat kerja Pipit, Muluk dan Samsul. Mereka amat terkejut sewaktu mengetahui bahwa anak-anak mereka rupanya bekerja untuk para pencopet, dan yang lebih menyakitkan hati mereka bahwa makanan yang selama ini mereka makan berasal dari uang hasil mencopet. Pertentangan batin yang hebat pun terjadi di hati mereka yang juga dirasakan oleh Muluk, Pipit, dan Samsul. Hal inilah yang menyebabkan ketiganya berhenti mengajar anak-anak tersebut. Mereka bertiga diambang dua pilihan yang cukup berat yakni memilih untuk tetap mengajar anak-anak pencopet itu agar dapat mandiri dan meninggalkan dunia copet namun memperoleh uang yang haram, atau kah meninggalkan mereka dan tidak berbuat apa-apa.
Pada akhir cerita Muluk dan kawan-kawan pun akhirnya dapat merubah sebagian dari pencopet tersebut untuk menjadi pengasong. Hal tersebut didukung oleh Bos Jarot selaku pemimpin mereka. Bos Jarot berkata kepada para pencopet tersebut “ini negara bebas, yang mau ngasong silahkan jadi pengasong dan yang mau mencopet silahkan jadi pencopet”. Namun ketika cerita mau berakhir, muluk pun akhirnya berlatih menyetir mobil sebagai bekal kerja menjadi TKI di Arab. Di tengah-tengah jalan, Muluk bertemu dengan Komet dan kawan-kawan pencopet lainnya yang ternyata sedang menjadi pedagang asongan di jalan raya. Tak lama kemudian ternyata ada petugas Satpol PP yang ternyata sedang melakukan razia. Maka dengan spontan pun Muluk menyuruh Komet dan kawan-kawannya untuk melarikan diri, namun sayangnya beberapa anak diantara mereka ada yang tertangkap Satpol PP. Muluk pun akhirnya memarahi Satpol PP dan membebaskan anak-anak tersebut, namun ternyata justru Muluk lah yang akhirnya ditangkap oleh Satpol PP tersebut.

REVIEW filmnya sampai di sini dulu, lanjut ke PART II nya ya... :)


ditulis oleh :
Bu Ria
Tentor LKP Dunia Sausan.

sumber gambar : di sini


Bagi teman-teman yangingin bergabung belajar bersama dengan LKP DUNIA SAUSAN
silahkan hubungi  kontakontak  di bawah  ini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar