PENERAPAN PENDIDIKAN KRITIS DI INDONESIA

oleh Bu Riya



Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu peroses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usahanya mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sosiologi juga menaruh perhatian pada pendidikan. Untuk itulah muncul ilmu baru sebagai cabang dari sosiologi yaitu sosiologi pendidikan.
Dalam sosiologi pendidikan ada tiga ideologi yang membedakan pendidikan, yaitu ideologi konservatif, ideologi liberal, dan ideologi kritis. Ideologi konservatif memandang pendidikan sebagai alat untuk mensosialisasikan, melestarikan, dan meneruskan tradisi yang sudah ada. Kemudian ada ideologi liberal yang memandang pendidikan sebagai alat untuk memaksimalkan kebebasan individu. Sedangkan ideologi kritis memandang pendidikan sebagai suatu alat untuk merombak sturktur sosial yang ada, termasuk pendidikan.
Seirirng perkembangan zaman, masyarakat dunia sekarang ini lebih menggunakan ideologi kritis, termasuk di Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan dengan ideologi kritis atau pendidikan kritis sudah ada sejak abad ke-20 an. Pendidikan kritis juga telah sedikit diterapkan pada sekolah-sekolah di Indonesia seperti di sekolah menengah atas maupun di perguruan tinggi. Awalnya merupakan pemikiran pendidikan progressif dari George S. Counts. Beliau mengemukakan tiga masalah yang sangat serius pada masa itu, dan kemudian dari masalah-masalah tersebut lahirlah yang dinamakan pendidikan kritis. Masalah tersebut yaitu sebagai berikut :
1.    Mengkritik masalah pendidikan konservatif,
2.    Memberikan ruang terhadap peranan guru untuk menjadikan pendidikan sebagai agen dari perubahan social
3.    Masalah penataan ekonomi sebagai salah satu syarat untuk perbaikan pendidikan.
Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah salah satu madzhab pendidikan yang meyakini adanya muatan politik dalam semua aktivitas pendidikan. Pendidikan kritis adalah pendidikan yang dilakukan melalui proses yang membebaskan serta dilaksanakan melalui pemberdayaan dalam rangka membangkitkan kesadaran kritis peserta didik. Pendidikan kritis bukan pendidikan yang mengambil jarak dengan masyarakat, tetapi yang menyatu dengan masyarakat dan memihak pada rakyat yang tertindas.
Ada beberapa tokoh penganut ideologi pendidikan kritis, seperti Paulo Freire dan Ivan Illich. Freire mengkritik gaya pendidikan bank yang saat itu banyak dilakukan sekolah-sekolah di dunia. Pendidikan gaya bank yang dimaksud freire adalah pendidikan yang menganggap murid seperti sebuah rekening bank yang kosong sehingga harus diisi pengetahuan dari para guru yang mengajar. Jadi Freire memandang pendidikan sebagai sesuatu yang diciptakan bersama dan ditujukan untuk kaum tertindas sebagai usaha untuk memanusiakan kembali manusia.
Kritik pendidikan menurut Ivan Illich adalah pada praktek pendidikan modern atau biasa disebut sebagai pendidikan gaya pasar bebas. Kritik dari Ivan Illich yang menganggap pelembagaan sekolah-sekolah akan mengarahk pada pelembagaan masyarakat yang mana anggota masyarakat akan menjadi “mesin-mesin baru” dalam kapitalisme. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pendidikan kritis dari Paulo Freire.

A.   Pendidikan Kritis
Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah salah satu madzhab pendidikan yang meyakini adanya muatan politik dalam semua aktivitas pendidikan. Pendidikan kritis adalah pendidikan yang dilakukan melalui proses yang membebaskan serta dilaksanakan melalui pemberdayaan dalam rangka membangkitkan kesadaran kritis peserta didik. Pendidikan kritis bukan pendidikan yang mengambil jarak dengan masyarakat, tetapi yang menyatu dengan masyarakat dan memihak pada rakyat yang tertindas.
Suatu pendidikan dikatakan pendidikan kritis apabila pendidikan tersebut menjadi arena untuk melakukan perlawanan terhadap politik dari ideologi yang berkuasa. Pendidikan ini menghendaki perubahan struktur secara fundamental (yang mendasar) dalam politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan berada.

B.   Konsep Pendidikan Kritis Menurut Paulo Freire
Paulo Freire dikatakan sebagai tokoh pendidikan kritis karena pemikirannya yang menolak pendidikan sebagai media pengukuhan sistem ideologi, politik, dan ekonomi yang dominan dengan teori perlawanannya bahwa pendidikan yang ada adalah pendidikan model bank, dimana pendidikan hanya sebuah transfer ilmu pengetahuan. Bagi Freire pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menciptakan tatanan hidup yang baru, dinamis dan mensejahterakan semua lapisan masyarakat. Freire menciptakan slogan yang berbunyi bahwa “Pendidikan untuk orang tertindas (adalah) pendidikan yang harus dilaksanakan dengan, bukan untuk, kaum tertindas (individu atau manusia secara keseluruhan) dalam perjuangan tanpa henti untuk meraih kembali kemanusiaan mereka” (dalam Yamin,2009: 139).
Berangkat dari konsep tentang manusia, Freire dalam wacana Jurnal Ilmu Sosial Transformatif (2003) mengemukakan bahwa filsafat pendidikan bertumpu pada keyakinan bahwa manusia secara fitrah mempunyai kapasitas untuk mengubah nasibnya. Dengan demikian, tugas utama pendidikan sebenarnya adalah mengantarkan peserta didik menjadi subjek. Untuk mencapai tujuan ini, proses yang ditempuh harus mengandaikan dua gerakan ganda: meningkatkan kesadaran kritis peserta didik dan sekaligus berupaya mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu berlangsung.
Pendidikan kritis juga melatih masyarakat untuk mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana  mentransformasikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat dalam satu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik. Pelajaran harus datang dari masyarakat sendiri yang nota bene merupakan orang-orang pinggiran yang teralienasi oleh struktur kekuasaan dominan. Pembebasan harus diperjuangkan sehingga kesadaran tentang fakta-fakta sebagai lanjutan pengalaman–pengalaman masyarakat. Dalam hal ini semua orang adalah guru, sekolah adalah seluruh masyarakat dan seluruh masyarakat adalah sekolah.

C.   Pendidikan Kritis di Indonesia
Untuk masalah pendidikan kritis dalam arti yang sebenarnya belum ada di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Winarno (2009) dalam Pendidikan Nasional, Strategi dan Tragedi yang melihat pembangunan pendidikan nasional tanpa strategi yang jelas sehingga menghasilkan manusia Indonesia yang tidak cerdas yang kemudian membawa manusia kepada suatu tragedi. Bahkan menurutnya ketiadaan relevansi pendidikan nasional dengan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan. Menurut beliau pendidikan agama lebih merupakan suatu pelajaran agama yang hanya perlu dihafal oleh peserta didik dan tidak untuk mewujudkannya didalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun dalam penerapannya di indonesia ini telah menjalankan sistem pendidikan kritis, akan tetapi belum memenuhi arti kritis yang sebenarnya. Hal ini dibuktikan pada model pembelajaran yang sudah mulai diterapkan pada sekolah-sekolah formal khususnya perguruan tinggi yang memusatkan proses pembelajarannya pada peserta didik. Di Indonesia, peserta didik sudah tidak dianggap lagi sebagai suatu bejana kosong yang harus diisi air. Artinya, peserta didik tidak hanya dijejali dengan ilmu-ilmu dan materi-materi pembelajaran tanpa memandangnya sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Namun sebaliknya peserta didik ditempatkan sebagai subjek yang penuh dengan potensi positif, aktif, kreatif, dan inovatif yang akan menumbuhkan jiwa kritis terhadap realita yang ada disekitarnya jika dikembangkan dengan maksimal.
Namun perlu diingat, bahwa dalam mengimplementasikan sikap kritis tersebut, tidaklah bebas nilai, dalam pengertian mengabaikan nilai-nilai etika mengenai tata cara berhubungan dan saling berdialog, baik antar murid maupun guru-murid. Sehingga bukan suatu pertentangan yang muncul tetapi sebaliknya, kasih sayang, saling menerima pendapat oarang lain, saling menghargai, saling melengkapi dan sebagainya.

D.   Penerapan pendidikan kritis di Indonesia
Salah satu cara yang bisa digunakan untuk menggambarkan suatu pendidikan yang kritis adalah dengan cara problem solving. Cara ini menekanan peserta didik untuk aktif dalam menyelesaikan masalah, bisa berupa soal-soal, pertanyaan dari peserta didik lain, dan lain sebagainya. Metode problem solving ini bisa menciptakan suasana belajar yang demokratis, sehingga terciptalah keadaan yang kondusif untuk belajar.
Selain penerapan metode problem solving, untuk menerapkan pendidikan yang kritis bisa juga melalui buku-buku teks atau buku-buku pegangan yang digunakan peserta didik. Buku-buku teks ini selain berisi materi pembelajaran juga harus berisi soal-soal latihan, akan tetapi soal-soal latihan yang ada tidak hanya berupa definisi yang bisa dibaca dan dihapal oleh peserta didik, Karena cara menghapal seperti itu lebih kepada pendidikan dengan ideologi konservatif. Selain itu model soal seperti ini menghambat siswa untuk bepikir kritis karena soal ini mengutamakan kesamaan dengan teks yang ada.
Model soal-soal tersebut sesuai dengan teori Paulo Freire mengenai pendidikan gaya bank dimana dalam pendidikan ini ada prinsip 3 Bisa yaitu bisa membaca, menghafal, dan mengulangi. Prinsip 3 Bisa ini menghambat daya pikir siswa yang kritis dan demokratis karena mereka lebih takut jika jawabannya salah. Penanaman pola seperti ini, dapat membentuk siswa untuk tidak mempertanyakan apa yang sebenarnya salah di sekitar mereka. Konsentrasi mereka hanya tertuju pada jawaban yang tekstual. Oleh karena itu, buku-buku pegangan selain sebagai bahan evaluasi juga sebagai media bagi siswa untuk kritis terhadap suatu persoalan, misalnya bentuk pertanyaan diubah bukan menuntut siswa untuk menyebutkan suatu pengertian dari suatu istiah tetapi dengan mempersilahkan siswa untuk berpendapat mengenai suatu masalah sebagai jawaban dari suatu soal.

Pendidikan kritis merupakan pendidikan yang memusatkan pembelajaran pada peserta didik. Seorang pendidik lebih diposisikan sebagai fasilitator bukan pemegang kekuasaan di dalam kelas, walaupun pada hakikatnya pendidik adalah orang yang harus tetap dihormati di dalam kelas. Secara praktis pendidikan kritis menghendaki pendidikan dan peserta didik untuk secara bebas berargumentasi tanpa merasa dibatasi oleh kedudukan masing-masing dan hanya nilai atau etikalah yang menjembatani proses ini.
Ada berbagai cara untuk menerapkan pendidikan kritis, beberapa diantaranya antara lain dengan problem solving dan soal-soal dalam buku-buku teks yang tidak hanya bersifat definisi semata yang bisa ditemukan dalam teks buku, tetapi lebih kepada soal-soal yang menekankan pada pendapat siswa untuk memecahkan masalah tersebut.
Ketika pendidik mengungkapkan suatu pendapat, tidak layak peserta didik menyelanya. Begitupula sebaliknya, seorang pendidik hendaknya memberi ruang dan waktu bagi peserta didik untuk berekspresi, berargumentasi, dan berkreasi bahkan melakukan suatu inovasi. Proses pembelajaran yang seperti ini akan menumbuhkan mental kemandirian dan daya kritis peserta didik. Di Indonesia ini penerapan pendidikan  kritis sudah dimulai di perguruan tinggi yang mana memusatkan proses pembelajarannya pada mahasiswanya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar